Penulis :
Ajeng Adela Selandani
S1 Fisioterapi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dosen Pembimbing:
Farid Rahman, SSt.FT., M.Or
Hipertensi merupakan kondisi peningkatan pada tekanan darah di atas batas normal. Hipertensi terdiri dari 2 jenis, yakni primer (90% dari kasus) penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan sekunder (10% dari kasus) penyebabnya dari penyakit ginjal, jantung, dan endokrin 12. World Health Organization (2015) memperkirakan ada sekitar 1,5 Miliar yang mengalami hipertensi pada tahun 2025 dan ada 9,4 juta orang yang meninggal dunia karena dari hipertensi serta masalah penyerta tiap tahunnya. Hipertensi menjadi penyebab utama morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) di Indonesia dengan jumlah penderita sebesar 30,9% dari populasi 4. Tingginya angka tersebut salah satunya disebabkan karena masyarakat kurang mengerti cara perawatan hipertensi 13.
Perawatan hipertensi terbagi menjadi dua cara yakni farmakologi dan non farmakologi. Perawatan farmakologi dapat dilakukan melalui konsumsi obat antihipertensi, sedangkan cara non farmakologi dapat menjalankan pola hidup sehat salah satunya beraktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh untuk melakukan aktivitas tertentu yang mengeluarkan energi 25. Menurut WHO (2011), rendahnya seseorang dalam melakukan aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama kematian keempat di dunia. Bahkan, penelitian terdahulu membuktikan bahwa seseorang yang melaksanakan aktivitas fisik, berisiko lebih rendah 30-50% untuk terkena penyakit jantung, tinggi kolesterol dan tekanan darah 9. Bahkan beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa beraktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi dan mengontrol tekanan darahnya 18.
Berdasarkan penelitian Lumempouw, dkk (2016), disimpulkan bahwa meningkatnya tekanan darah akibat aktivitas fisik dapat mempengaruhi peningkatan rangsangan sinyal ke pusat baroreseptor yang letaknya di arteri aorta dan karotis. Sinyal ini mengarah ke medula oblongata yang letaknya di pusat pengendalian kardiovaskuler melalui saraf sensorik sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap kerja saraf simpatis yang akan melepas epineprin dan norepineprin. Di samping itu, kerja saraf parasimpatis juga terpengaruh sehingga terjadi pelepasan ACh (acetylcholine) lebih banyak yang mempengaruhi SA (Sinoatrial) node. Pada akhirnya terjadi penurunan tekanan darah. Jadi, aktivitas fisik dapat mempengaruhi jantung agar bekerja secara lebih efisien dengan cara mengontrol tekanan darah 16. Aktivitas fisik menjadi salah satu tambahan terapi yang penting sebagai intervensi terapi kardiovaskular seperti hipertensi 21.
Aktivitas fisik yang dianjurkan secara teratur dengan intensitas sedang sebagai bentuk modifikasi gaya hidup pada penderita hipertensi 10. Hal tersebut dapat menimbulkan adanya penurunan tekanan darah sekitar 4-9 mmHg yang sebanding dengan aktivitas fisik minimal tiga hari per minggu atau durasi 30-60 menit per hari 23.
Penderita hipertensi mendapat banyak pilihan untuk mengendalikan tekanan darah. Latihan fisik aerobik merupakan salah satu kegiatan yang dianjurkan, contohnya senam aerobik berkelompok 7,13. Senam aerobik dilakukan dengan cara menggerakan seluruh otot tubuh yang berkesinambungan pada bagian-bagian tubuh. Hal ini dapat memicu peningkatan daya tahan paru-paru, jantung dan penguatan otot-otot 14. Ketika senam dilakukan di outdoor, terjadi peningkatan suasana hati karena dapat menikmati lingkungan sekitar yang hijau dan menyenangkan. Hal itu akan mengurangi sensasi fisiologis dan emosi negatif dari hipertensi. Sehubungan itu, bukti lainnya menunjukkan bahwa alam dan suasana hijau dapat meningkatan komponen kognitif termasuk suasana hati, meningkatkan aktivitas fisik yang dilakukan dan motivasi untuk terus melanjutkannya 19. Senam ini mempunyai dampak yang bagus secara fisiologis (penurunan tekanan darah detak jantung), psikologis, hubungan dengan orang lain dan biokimia (adrenalin, noradrenalin dan kortisol) 5,17.
Hasil penelitian Rihiantoro T. (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan hipertensi dengan nilai OR=2,255. Hal itu menunjukkan bahwa responden yang beraktivitas fisik intensitas ringan mengalami risiko lebih tinggi untuk terkena hipertensi 2,255 kali daripada responden yang beraktivitas fisik sedang hingga berat. Diperkuat dengan penelitian Rumsari (2009) bahwa terdapat hubungan juga antara aktivitas fisik dan kejadian hipertensi untuk usia 45-54 tahun. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat 19 responden yang terkena hipertensi dengan kategori aktivitas fisik intensitas ringan yakni berjalan sehari selama 10 menit dan aktivitas fisik intensitas ringan sehari-hari lainnya. Makin besar usaha otot jantung untuk memompa darah, maka makin besar juga beban tekanan terhadap dinding arteri sehingga terjadi peningkatan tahanan perifer karena pada jantung akan lebih kuat sehingga dapat mengontrol tekanan darah diastolik dan sistolik (Suiraoka, 2012).
Penderita hipertensi tidak hanya mengalami masalah-masalah secara fisik tetapi juga kualitas hidupnya terganggu 15. Kualitas hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aspek kesehatan fisik dan karakteristik individu, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Self care sangat diperlukan untuk menjaga faktor-faktor tersebut. Dengan begitu, terjadi peningkatan fokus, rasa kebahagiaan, stabilitas, kegembiraan, perasaan syukur, kedamaian dan cinta diri sendiri. Perawatan pasien hipertensi yang berupa self care management dengan cara menjalani hidup sehat, melakukan hobi, bersosialisasi, menjaga kebersihan dan relaksasi otot 6.
Relaksasi otot progresif adalah salah satu solusi terapi yang bisa dilakukan secara mandiri. Terapi ini merupakan latihan mandiri yang memiliki prinsip kontraksi dan relaksasi otot. Terapi ini dilakukan dengan cara menggabungkan teknik relaksasi dari latihan napas deep dengan berbagai kontraksi dan relaksasi otot. Latihan ini praktis dan mudah untuk dilakukan karena gerakan mudah, dapat dilakukan kapan dan dimana saja. Relaksasi ini bermanfaat untuk menurunkan kecemasan, depresi, dan tekanan darah 1,2.3.8. Terapi ini juga mampu menurunkan stres, depresi, dan cemas 6,22.
Relaksasi otot progresif dapat dilakukan dengan didampingi oleh terapis untuk memberikan pemahaman terkait gerakan relaksasi otot progresif. Terapis dapat memberikan edukasi terkait self care management mulai dari definisi, tujuan terapi, dan pelatihan relaksasi otot pada penderita hipertensi. Setelah dilakukan terapi, terapis dapat memberikan evaluasi terhadap terapi yang sudah dilakukan 24. Di samping itu, terbukti bahwa modifikasi dari diet dapat mengendalikan tekanan darah pada penderita hipertensi. Gizi seimbang adalah salah satu prinsip diet yang dianjurkan dengan cara konsumsi sayur dan buah lima porsi tiap hari. Hal tersebut dianjurkan karena terdapat kalium yang cukup untuk penurunan tekanan darah. Kalium klorida sejumlah 60-100 mmol per hari dapat memicu terjadinya penurunan tekanan darah sistolik sebesar 4,4 mmHg dan diastolik sebesar 2,5 mmHg 11.
Kesimpulannya, hipertensi merupakan kondisi peningkatan pada tekanan darah di atas batas normal dan menjadi penyebab utama morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) di Indonesia. Penderita hipertensi memiliki pilihan untuk mengontrol tekanan darah. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa melakukan aktivitas fisik dapat menjadi salah satu cara untuk penurunan tekanan darah. Salah satu yang dianjurkan adalah senam aerobik berkelompok. Di samping itu, perawatan terhadap penderita hipertensi yang dapat dilakukan mandiri adalah self care management yang berupa terapi relaksasi otot progresif dan pemenuhan gizi seimbang.
Daftar Pustaka